Minggu, 21 Agustus 2022 (Stola Hijau)
Bacaan Alkitab : Yesaya 58:9-14
Tujuan : Agar jemaat dapat menunjukkan perbuatan iman sebagai terang dalam kegelapan
Bapak/Ibu saudara(i) yang dikasihi Tuhan
Sudah menjadi kewajiban bagi saudara-saudara kita umat Muslim untuk melakukan puasa setiap tahunnya. puasa tersebut dilakukan selama satu bulan penuh. selama berpuasa umat Muslim tidak hanya menahan lapar dan haus tetapi juga melakukan kebaikan-kebaikan untuk mengumpulkan amal ibadah sebanyak-banyaknya. Dan kewajiban berpuasa bukan hanya dilakukan oleh umat Muslim saja, tetapi hal semacam itu juga telah berlangsung dalam kehidupan bangsa Israel. Bangsa Israel biasanya melakukan puasa di waktu-waktu tertentu seperti ketika berkabung dan ketika memperingati hari penebusan dosa. Begitu juga di zaman perjanjian baru, orang-orang farisi juga berpuasa selama dua hari setiap minggu bahkan Yesus dan gereja perdana pun berpuasa. jadi sesungguhnya puasa bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah kekristenan.
Namun yang menjadi persoalan ialah tidak semua orang berpuasa dengan tujuan yang benar. Ada orang yang berpuasa sekedar memenuhi anjuran agama serta menahan lapar dan haus. Seperti yang terjadi kepada bangsa Israel. Mereka berpuasa tetapi sekedar formalitas saja. Mereka berpikir dengan berpuasa seperti itu maka Tuhan akan berkenan kepada puasa yang mereka lakukan. Tetapi ternyata tidak, itulah mengapa mereka protes kepada Tuhan yang tidak menghiraukan puasa umatnya. Atas sikap itulah Allah balik mengecam tindakan umatnya melalui nabi Yesaya yang dengan keras menyinggung sikap bangsa Israel yang melaksana- kan aturan agama dalam menunaikan ibadah puasa tetapi dengan motivasi keliru. Mereka berpuasa menahan lapar dan haus tetapi mereka melalaikan hakikat puasa yang diinginkan oleh Allah yaitu, menegakkan keadilan, membagi berkat kepada orang lain, serta memenuhi hukum sabat.
Justru yang mereka lakukan sebaliknya, mereka mengisi kegiatan puasa dengan penindasan, pemerasan, kelaliman terhadapa para buruh, orang asing dan kaum lemah. bangsa israel menyangka bahwa menjalankan ritual agama seperti puasa lebih penting dari pada sikap dan tingkah laku yang dikehendaki oleh Allah.
Jika demikian, bagaimana mungkin Allah dapat berkenan dengan ibadah puasa tersebut? yang hanya mengutamakan ritual keagamaan tetapi tidak menunjuk- kan sikap yang benar dalam kehidupan sehari-hari. sementara yg Allah kehendaki ialah bagaimana kita mampu merealisasikan makna dari setiap ritual keagama- an dalam praktek hidup dengan sesama kita. Lalu bagaimana dengan kita? adakah kita juga masih menganut pemahaman bangsa Israel dalam menjalankan ritus keagamaan seperti beribadah, berdoa, memberi persembahan dan sebagainya? mungkinkah semua yang kita lakukan hanya sebagai formalitas belaka untuk menunjukkan bahwa kita ini orang Kristen? menjalankan ritual-ritual keagamaan seperti halnya beribadah, berdoa dan bernyanyi memanglah penting tetapi bukan berarti kegiatan tersebut berhenti di saat kita selesai beribadah saja melainkan tetap berlanjut dalam hubungan yang kita bangun bersama Tuhan dan sesama. Sehingga lewat praktek hidup yang benar kita mampu bercahaya di dalam kegelapan.
Tapi bagaimana mungkin kita mampu bercahaya dalam kegelapan kalau sehari-harinya kita rajin ke gereja, rajin menyumbang di gereja tetapi kita masih suka menghakimi, memfitnah, tidak peduli pada kesulitan orang lain, saling menyakiti dan menindas sesama kita? Tetapi ketika kita mampu menanggalkan semua itu, maka seperti kata Yesaya dalam ayat 11 “terangmu akan terbit dalam kegelapan.”
Sebagai orang Kristen kita sering kali disebut sebagai anak-anak terang. Sebab tugas kita adalah menerangi sekeliling kita dengan sikap yang benar serta menghadir- kan terang dalam diri sesama yang masih hidup di dalam kegelapan.semakin kita menjadi pelaku firman yang tidak hanya berfokus pada formalitas ritual keagamaan saja, maka terang kita akan semakin bercahaya di dalam kegelapan dan terang itu akan melenyapkan kegelapan. Terpujilah Tuhan. Amin.