Minggu, 14 Juli 2024: Utusan Allah (Yehezkiel 2:1-10)

Minggu, 14 Juli 2024 (Stola Hijau)

Tujuan : Agar Jemaat Memahami Tugas Dari Tuhan Sebagai Utusan Allah.

Jemaat ysang dikasihi Tuhan.
Bangsa Israel dibuang ke Babel (tahun 586 SM) oleh karena dosa dan kejahatan mereka sendiri, sehingga nasib bangsa itu hanya bergantung atas anugerah Allah semata-mata. Tanpa kepedulian Tuhan Allah terhadap mereka, mereka bagaikan tulang-tulang yang amat kering (Yeh. 37). Yehezkiel ikut terbuang ke Babel pada umur 25 tahun. Di Babel, Yehezkiel bertempat tinggal di Tel-Abib ditepi sungai Kebar yang ada di Babel (1:3).Dan pada umur 30 tahun, lima tahun setelah berada di pembuangan, Yehezkiel diutus oleh TUHAN sebagai nabi untuk bangsa Israel yang berada di Babel. Disinilah letak anugerah dan kasih Allah terhadap bangsa itu, membuka masa depan yang cerah bagi bangsa itu sendiri dengan pemanggilan dan pengutusan Yehezkiel sebagai nabi dari tengah umat pemberontak itu. Peran Nabi Yehezkiel adalah memberikan peringatan dari Allah kepada umat Israel. Ia memberitahu mereka tentang bahaya yang mengancam akibat dosa-dosa mereka, termasuk hukuman Allah terhadap mereka yang akan datang.


Tuhan mengutus Yehezkiel kepada bangsa Israel, bangsa pemberontak, durhaka, keras kepala dan tegar hati, bahkan TUHAN menyebut bangsa Israel seperti lingkungan yang penuh onak dan duri, penuh dengan kalajengking. Artinya sebuah komunitas yang sangat tidak mudah untuk dihadapi dan kemungkinan dia akan ditolak. Ia dipanggil dan diutus oleh Allah bertepatan pada masa-masa terakhir nabi Yeremia di Yerusalem, untuk menyampaikan firman TUHAN kepada bangsanya.


Tentunya bukan suatu tugas yang mudah menghadapi bangsa tegar hati itu! Nubuat-nubuat yang akan disampaikannya pasti tidak akan didengar, namun ia tetap harus melaksanakannya agar Israel tahu bahwa ada penyambung lidah TUHAN ditengah-tengah mereka. Pesan nabi Yehezkiel didominasi oleh kata-kata ratapan, keluh kesah, dan rintihan (ay. 10). Meskipun begitu, TUHAN menugaskan Nabi Yehezkiel agar berbicara dengan berani untuk memperingatkan orang jahat, dan tetap setia, termasuk jika tidak ada orang yang mau mendengarkan dia.


Dalam pengutusannya Tuhan mengingatkan Yehezkiel agar tidak perlu khawatir dan takut menghadapinya. Kunci yang harus menjadi dasar pemberitaannya adalah “Sampaikanlah perkataan- perkataan-Ku…”. Artinya yang disampaikan adalah Firman TUHAN atau Kebenaran. Dan Yehezkiel melakukan pengutusannya.


Allah memanggil, menetapkan dan mengutus Yehezkiel menjadi Utusan-Nya/pelayan-Nya, demikian juga dengan setiap orang percaya dipanggil, ditetapkan dan diutus untuk memberitakan firman-Nya. Kita adalah penyambung lidah Allah dan tugas kita adalah memberitakan firman-Nya, entah orang lain menolak atau menerimanya. Nabi Yehezkiel diberi gulungan kitab untuk dimakan. Bagi dia, gulungan itu terasa manis. Manisnya gulungan itu sangat mencolok karena kutukan biasanya pahit. Namun, kutukan TUHAN atas orang berdosa pada akhirnya menjadi hal yang manis bagi mereka yang beriman seperti Nabi Yehezkiel.


Nabi Yeremia juga pernah berkata begini, “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadikegirangan bagi ku, dan menjadi kesukaan hatiku,” (Yeremia 15:16). Firman TUHAN itu menyenangkan dan memuaskan bagi mereka yang mengasihi TUHAN.


Begitupun kita sebagai orang Kristen, sebagai utusanTUHAN kadang kita mengecap hal yang pahit dalam pelayanan kita, merasa kita akan ditolak, lidah kita terasa berat berbicara, mulut kita terkunci untuk berucap. Namun satu hal yang pasti bahwa pada akhirnya kita akan mengecap yang manis. Kita harus terus melakukan tanggung jawab dan melaksanakan tugas kita sebagai penyambung lidah TUHAN untuk memberitakan kebenaran firman TUHAN. Ini merupakan anugerah TUHAN, sebab tidak semua orang dipercaya untuk melaksanakan tugas ini. Salah satunya adalah Yehezkiel. “…Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepadabangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga.” (ay. 3).


Saat menghadapi situasi yang tak terduga dan orang- orang yang tidak mau mendengarkan, kita harus belajar dari nabi Yehezkiel yang taat untuk melakukan apa yang diperintahkan Allah. Hendaknya kita pun mengerjakan bagian kita. Jangan takut sebab firman Allah yang adalah
kebenaran telah kita terima dan itulah yang kita kabarkan kepada sesama. Kita harus menyampaikan firman TUHAN kepada orang-orang yang tegar tengkuk, keras hati dan suka memberontak, seperti menabur benih di tanah yang keras, berbatu-batu dan dipenuhi dengan semak belukar! Tentu hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan! Kendati demikian inilah tugas yang harus diemban.


Di zaman seperti sekarang ini tantangan yang harus dihadapi oleh hamba-hamba TUHAN tidaklah mudah. Meski begitu kita tidak boleh menyerah pada keadaan yang ada, kita harus terus maju menyampaikan kebenaran, apa pun resikonya.Kita juga percaya bahwa dalam menyampaikan firman TUHAN ada orang-orang yang memiliki respons hati yang benar, yang hatinya mau dibentuk, mau menerima teguran dan didikan, ibarat seorang menabur benih di tanah yang subur atau gembur.


Belajar dari panggilan Yehezkiel sebagai utusan TUHAN menunaikan pengutusannya, marilah kita selaku utusan TUHAN meresponi panggilan TUHAN dengan menunaikan tugas serta tanggung jawab dengan baik. Selaku Majelis (Pendeta, Penatua, Diaken), Pengurus Organisasi Intra Gerejawi, badan yang terbentuk dalam jemaat dan selaku warga gereja, marilah tunaikanlah panggilan kita sebagaimana firman TUHAN: “Beritakanlah firman,siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan
pengajaran.” (2 Timotius 4:2).
Pasti ada kuasa yang TUHAN berikan yaitu Roh Kudus yang akan memampu- kan kita untuk menjadi utusan Allah bagi kemuliaan nama-Nya. TUHAN menyertai dalam menyampaikan firman-Nya. Amin.