Memaknai Rencana Allah (Kejadian 45:1-15)

Khotbah, Minggu 23 Februari 2025 (Stola Hijau)
Tujuan : Jemaat menyadari bahwa rencana Allah tak terselami dan selalu indah pada waktu-Nya

Burung rajawali pada saat ia akan membuat sarang, maka ia mencari tempat yang paling tinggi di atas bebatuan yang terjal. ia mulai membuat sarangnya secara berlapis-lapis, yang dimulai dengan menaruh ranting berduri. Kemudian ia menaruh ranting-ranting biasa, dedaunan kering, dan akhirnya ia mencabuti bulu-bulunya yang halus. Setelah itu ia mulai bertelur, lalu mengeraminya beberapa saat lamanya. Ketika waktunya telur-telur burung itu menetas, induknya dengan tekun mengasuh dan memberi makan anak-anaknya. Semakin hari anak-anak burung itu semakin besar dan kuat. Setelah induknya melihat sudah saatnya nak-anaknya meninggalkan sarang, maka siinduk akan mendorong-dorong anaknya ke bawah supaya belajar terbang, tetapi anaknya tidak mau beranjak. Anak-anaknya merasa nyaman berada di sarang. Maka burung rajawali itu mulai membuang bulu-bulu halus, dan kembali mendorong-dorong anaknya untuk belajar terbang. Bila anak-anaknya tidak mau beranjak juga, maka burung rajawali akan membuang dedaunan yang ada di sarangnya. Tetapi jika anak-anaknya itu masih tidak mau juga, maka ia akan membuang ranting-ranting kecil sehingga membuat anak-anaknya tertusuk oleh ranting –ranting yang berduri tajam. Dengan sekuat tenaga induknya akan mendorong anaknya keluar sarang. Saat anaknya jatuh, anaknya akan belajar terbang, lalu induk rajawali itu berulang-ulang turun menatang anaknya, sampai anaknya mampu terbang sendiri.
Sama seperti anak burung rajawali dalam cerita tadi, hidup kita pun sering merasakan situasi yang kurang enak, tetapi hal itu diizinkan Tuhan supaya kita mau belajar lebih dewasa dalam iman. Bacaan kita hari ini mengisahkan bagaimana sikap Yusuf ketika berhadapan dengan saudara-saudaranya. Pertanyaan yang muncul, pada saat berjumpa dengan orang yang menyebabkan kesusahan hidup kita, apa yang kita ingat? Atau apa yang kita lakukan?…… Tentunya Yusuf masih mengingat kronologis (urutan kejadian) yang telah dilakukan oleh saudara-saudaranya terhadap hidupnya. Bagaimana mereka merencanakan pembunuhan terhadapnya, membuangnya ke salah satu sumur, menjualnya ke orang Ismael, bagaimana ia dijual di Mesir sebagai budak, bagaimana ia harus dibeli Potifar dan difitnah oleh istri Potifar, ia harus mendekam di penjara. Tentu semua kejadian itu pada mulanya sangat menyakitkan Yusuf, tetapi ketika ia harus berhadapan dengan saudara-saudaranya, ingatannya langsung muncul. Bukan kejahatan para saudaranya, bukan pula kesusahan yang harus ia tanggung karena mereka, tetapi ia mengingat mimpinya dulu (bdk. Kej. 42:9). Visi dan panggilan ilahi sangat berakar dalam diri Yusuf dan mengalahkan segala penderitaan yang harus ia lalui. Sikap dan tindakan lain yang keluar dari diri Yusuf adalah kewibawaan, kebijaksanaan, kematangan memberlakukan kasih pengampunan. Dengan gertakan, ia mengorek keadaan ayahnya, dengan tekanan ia membuat rasa memiliki dan kesatuan mereka sebagai keluarga terungkap. Semua itu dilakukan Yusuf bukan dari kebencian tetapi dari kasih. Ketika semua hal yang ingin ia pastikan telah terpampang di depan matanya, ketika semua hal yang ia harapkan memang telah terjadi dalam sikap dan tindakan saudara-saudaranya, Yusuf pun tidak sanggup lagi menahan luapan kenyataan dirinya yang terdalam. Ia meminta semua orang yang hadir untuk keluar ruangan sehingga ia dan saudara-saudaranya yang ada di ruangan itu. Ia memperkenalkan identitas yang selama ini ia sembunyikan. Lalu menangislah Yusuf sekeras-kerasnya sampai terdengar oleh seisi istana Firaun. Padahal cerita tentang Yusuf tidak pernah mencatat keluh kesah atau tangisannya saat ia menjalani penderitaan bertubi-tubi. Tangisan ini pun bukan tangisan sesal atau tangisan kepura-puraan, tetapi tangisan kasih sayang dan haru.
Apa pelajaran yang dapat kita peroleh melalui firman hari ini? Bagaimana kita memaknai setiap rencana Allah di dalam hidup kita? Yusuf telah memberi teladan bagi kita, bagaimana ia memaknai rencana Allah di dalam hidupnya, yakni:

  1. Rencana Allah tak terselami oleh pikiran manusia (ay. 4-5)
    Yusuf sangat menyadari bahwa proses yang harus ia jalani sangat menyakitkan. Sama seperti anak rajawali dalam cerita awal perenungan kita hari ini. Anak rajawali harus dipaksa keluar dari sarang sehingga ia akhirnya dapat terbang. Begitu pula dengan Yusuf, ia harus dipaksa keluar dari zona nyamannya. Ia merasa ditinggalkan, tidak ada pembelanya, tetapi dalam kesendiriannya, di penjara karena fitnah dan disitulah titik awal ia menyadari rencana besar Allah dinyatakan baginya ketika ia bertemu dua orang terpidana lainnya yakni juru minum dan juru roti Firaun. Yusuf tidak membiarkan para saudaranya takut dan gentar. Bahkan yang mengejutkan, pernyataan Yusuf bahwa kejahatan mereka yang membuat Yusuf terjual, menjadi budak,terpenjara dan sebagainya, sesungguhnya merupakan rencana Allah untuk menyelamatkan kelurganya dan dunia.Yusuf menyadari bahwa apa yang ia jalani adalah bagian dari rencana besar Allah di dalam hidupnya, sehingga tidak ada alasan baginya untuk dendam, marah, dan sakit hati terhadap saudara-saudaranya.
  2. Rencana Allah indah pada waktu-Nya(ay. 6-8)
    Kita kagum akan kedasyatan kuasa, kasih, dan hikmat Allah. Ia mengatur kejadian berskala global seperti gejala alam, kondisi musim, faktor ekonomi, dan dunia politik pada waktu itu dapat berjalan serasi dengan rencana-Nya bagi Yusuf. Dua tahun telah terjadi kekeringan dan kelaparan, dan mereka masih akan menghadapinya lima tahun ke depan. Yusuf meyakinkan saudaranya untuk tidak menyesali kesalahan masa lalu tetapi dengan iman ia mengatakan bahwa Allahlah yang telah menyuruh, yang telah menentukan mendahului mereka ke Mesir untuk menjamin kelanjutan, untuk memelihara kehidupan, untuk menolong semua orang dari kelaparan. Yusuf menyadari bahwa rencana Allah yang ditetapkan baginya itu benar-benar indah pada waktu-Nya.
    Pimpinan Tuhan bukan hanya untuk menunjukkan arah perjalanan hidup. Tetapi, Dia juga mendidik kita bagaimana cara menjalaninya. Sebuah gaya hidup yang penuh kasih tanpa dendam dan kebencian, inilah yang Tuhan harapkan dari kesaksian hidup orang-orang percaya. Dunia bisa mengenal Dia dari cara kita memaknai rencana Allah, sehingga orang mengenal Allah bukan karena kata tetapi oleh aksi nyata dalam hidup kita. Amin